
Plered adalah nama daerah di Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat dengan luas wilayah 91.172 Ha. Sejarah Plered
tidak lepas dari sejarah keramik dan perjuangannya, dimana wilayah
Palered, Cirata, Gandasoli, dan Citalang termasuk kota atau desa tua di
Kabupaten Purwakarta. Sejarah Plered dan keramik sudah ada sejak jaman
Neolitikum. Pada jaman tersebut sudah ada penduduk yang berdatangan
menyusuri sungai Citarum ke daerah Cirata. Dari hasil penggalian di
daerah ini ditemukan peninggalan dari batu kapak persegi, alat untuk
menumbuk dari alu dan batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari
tanah liat, juga ditemukan adanya Panjunan (Anjun) tempat membuat
keramik.
Asal muasal nama Plered mempunyai
beragam versi diantaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa
dimana pada waktu itu daerah ini merupakan tempat penanaman kopi yang
hasilnya diangkut dengan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau
(disebut PALERED dan selanjutnya berkembang menjadi “PLERED”) pedati
mengangkut kopi tersebut terbuat dari papan kayu baik roda maupun
pedatinya sehingga kuat sekali ketika melewati jalan berlumpur.
Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikao Bandung/Jatiluhur yang
selanjutnya diangkut menggunakan rakit ke Tanjung Priok menyusuri sungai
Citarum.
Asal-usul Sentra Keramik Plered :
Cerita lain yang tidak kalah menariknya adalah tentang asal usul nama sebuah kampung di Kecamatan Plered yang merupakan pusat pembuat keramik di desa itu, yang bernama “Anjun”.
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul nama Anjun itu:
Ada yang mengatakan bahwa kata “Anjun” itu adalah kependekan dari kata “Panjunan” yaitu tempat orang membuat “Jun”. Kata “Jun” menurut kamus Bausastra Jawa karangan S. Prawiro Atmojo mempunyai arti “Buyung”. Jadi menurut asal katanya, “Paanjunan” atau “Panjunan” itu adalah tempat orang membuat buyung atau wadah/penyimpan air. Hal itu sama dengan arti di dalam kamus yang lain seperti Kamus Umum Basa Sunda, yang menyebutkan bahwa “Anjun” adalah “tukang nyieun gagarabah ( keramik )”. Yang lain mengatakan bahwa kata “Anjun” itu berasal dari nama seorang pangeran yang berasal dari Cirebon “Panjunan”, menurut cerita rakyat itu demikian. Konon pada jaman dahulu, sejaman dengan permulaan agama Islam masuk ke tanah Jawa, seorang pangeran dari kesultanan Kanoman Cirebon yang bernama Panjunan menyebarluaskan agama Islam ke berbagai daerah di Jawa Barat, sambil mengajarkan keahliannya membuat barang-barang keramik kepada para pengikutnya di daerah yang ia kunjungi. Hampir kebanyakan para pembuat keramik di daerah-daerah tersebut menganggap pangeran ini sebagai tokoh legendaris yang perlu dihormati dan dikeramatkan, sehingga di beberapa daerah khususnya di Jawa Barat, namanya diabadikan di sentra-sentra pembuatan keramik antara lain di Cirebon, Sitiwinangun ada Panjunan Astana Japura dan Plered – Purwakarta ada “Kampung Anjun”, di Karawang, Tanjungpura ada kampung “Anjun Kanoman”. Mengingat bahwa Pangeran Panjunan pernah hidup sejaman dengan Sunan Gunung Djati yaitu di sekitar abad ke-15. Ini memberikan suatu indikasi bahwa tradisi pembuatan keramik di beberapa sentra di Jawa Barat telah ada jauh sebelum kedatangan bangsa Belanda.
Cerita lain yang tidak kalah menariknya adalah tentang asal usul nama sebuah kampung di Kecamatan Plered yang merupakan pusat pembuat keramik di desa itu, yang bernama “Anjun”.
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul nama Anjun itu:
Ada yang mengatakan bahwa kata “Anjun” itu adalah kependekan dari kata “Panjunan” yaitu tempat orang membuat “Jun”. Kata “Jun” menurut kamus Bausastra Jawa karangan S. Prawiro Atmojo mempunyai arti “Buyung”. Jadi menurut asal katanya, “Paanjunan” atau “Panjunan” itu adalah tempat orang membuat buyung atau wadah/penyimpan air. Hal itu sama dengan arti di dalam kamus yang lain seperti Kamus Umum Basa Sunda, yang menyebutkan bahwa “Anjun” adalah “tukang nyieun gagarabah ( keramik )”. Yang lain mengatakan bahwa kata “Anjun” itu berasal dari nama seorang pangeran yang berasal dari Cirebon “Panjunan”, menurut cerita rakyat itu demikian. Konon pada jaman dahulu, sejaman dengan permulaan agama Islam masuk ke tanah Jawa, seorang pangeran dari kesultanan Kanoman Cirebon yang bernama Panjunan menyebarluaskan agama Islam ke berbagai daerah di Jawa Barat, sambil mengajarkan keahliannya membuat barang-barang keramik kepada para pengikutnya di daerah yang ia kunjungi. Hampir kebanyakan para pembuat keramik di daerah-daerah tersebut menganggap pangeran ini sebagai tokoh legendaris yang perlu dihormati dan dikeramatkan, sehingga di beberapa daerah khususnya di Jawa Barat, namanya diabadikan di sentra-sentra pembuatan keramik antara lain di Cirebon, Sitiwinangun ada Panjunan Astana Japura dan Plered – Purwakarta ada “Kampung Anjun”, di Karawang, Tanjungpura ada kampung “Anjun Kanoman”. Mengingat bahwa Pangeran Panjunan pernah hidup sejaman dengan Sunan Gunung Djati yaitu di sekitar abad ke-15. Ini memberikan suatu indikasi bahwa tradisi pembuatan keramik di beberapa sentra di Jawa Barat telah ada jauh sebelum kedatangan bangsa Belanda.
Cerita lainnya mengenai keramik Plered
sebagai bentuk kerajinan, sudah tampak sejak jaman kolonial Belanda
yaitu sekitar tahun 1795 dimana sekitar Citalang ada Lio-lio (tempat
pembuatan genteng dan batu batu), dari sejak itu rumah penduduk yang
semua beratap ijuk, sirap, daun kelapa dan alang-alang berubah menjadi
genteng. Bahkan disekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan
gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, gerabah menjadi industri rumah
tangga dan pada tahun yang sama pula ada perusahaan Belanda yang membuat
pabrik besar bernama Hendrik De Boa di Warungkandang, Plered.
Pada jaman pendudukan Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya bekerja sebagai romusha, terutama sekitar Ciganea dan Gunung Cupu. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo, Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan.
Pada masa kemerdekaan produksinya nyaris terhenti karena keterlibatan penduduk dalam perjuangan hingga tanggal 29 Desember 1945 berangsur baik dan mulai bangkit, apalagi sejak tahun 1950 Bung Hatta membuka resmi induk keramik yang gedungnya dekat Gonggo, Plered. Dimana pada saat itu didatangkan mesin-mesin dari Jerman dan mencapai masa kejayaan karena produksinya relatif tinggi, selain itu induk keramik tersebut berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.
Data lain menyebutkan, dari tokoh masyarakat Plered Bapak Darma Kapal bahwa kerajinan keramik ada sejak tahun 1904, dimana pada waktu itu sudah dibuat gerabah kasar untuk kebutuhan rumah tangga dengan tokohnya Ki Dasjan, Sarkun, Aspi, Entas, Warsya dan Suhara. Sampai generasi sekarang banyak mengalami kemajuan, kondisi terkini sudah terdapat sekitar 286 unit usaha dengan mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 17,5 milyar. Produksinya selain untuk permintaan pasar lokal juga diekspor keberbagai negara diantaranya ke Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Amerika Serikat dan Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan mancanegara lainnya.
Pada jaman pendudukan Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya bekerja sebagai romusha, terutama sekitar Ciganea dan Gunung Cupu. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo, Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan.
Pada masa kemerdekaan produksinya nyaris terhenti karena keterlibatan penduduk dalam perjuangan hingga tanggal 29 Desember 1945 berangsur baik dan mulai bangkit, apalagi sejak tahun 1950 Bung Hatta membuka resmi induk keramik yang gedungnya dekat Gonggo, Plered. Dimana pada saat itu didatangkan mesin-mesin dari Jerman dan mencapai masa kejayaan karena produksinya relatif tinggi, selain itu induk keramik tersebut berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.
Data lain menyebutkan, dari tokoh masyarakat Plered Bapak Darma Kapal bahwa kerajinan keramik ada sejak tahun 1904, dimana pada waktu itu sudah dibuat gerabah kasar untuk kebutuhan rumah tangga dengan tokohnya Ki Dasjan, Sarkun, Aspi, Entas, Warsya dan Suhara. Sampai generasi sekarang banyak mengalami kemajuan, kondisi terkini sudah terdapat sekitar 286 unit usaha dengan mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 17,5 milyar. Produksinya selain untuk permintaan pasar lokal juga diekspor keberbagai negara diantaranya ke Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Amerika Serikat dan Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan mancanegara lainnya.
Semoga Ulasan di atas dapat bermanfaat , khususnya buat orang plered umumnya untuk kita semua :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar