Minggu, 21 Oktober 2012

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Assalamualaikum , salam blogger . Pada Postingan kali ini saya akan Menguraikan sedikit uraian mengenai Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Syahdan, ketika Sultan Tahmidullah (Sultan Kerajaan Banjar) berkunjung ke kampung Lok Gabang, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan, Ia terkesima dengan sebuah lukisan. Usut punya usut, pelukisnya seorang bocah berusia tujuh tahun bernama Muhammad Arsyad. Ia kemudian mengangkatnya sebagai anak asuh.
Sesudah beranjak dewasa, Ia dinikahkan dengan Bajut. Ketika Bajut tengah mengandung anak pertama, Arsyad bertekad untuk memperdalam Ilmu Agama di Mekkah. Sang Istri ternyata tidak keberatan niat suci sang suaminya itu. Setelah mendapat restu Sultan, Arsyad pun berangkat untuk mewujudkan cita-citanya itu.
Menurut riwayat, selama belajar di Mekkah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari belajar bersama tiga orang lainnya, Syeikh Abdul Shamad al-Palembani (Palembang), Syeikh Abdul Wahab Bugis, dan Syeikh Abdul Rahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan empat serangkai dari tanah Jawi.
Diantara guru-guru Ia, yaitu Syeikh Athaillah ibn Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-kurdi, dan al-arif Billah Syeikh Muhammad ibn Abd karim al-Samman al-Hasani al-Madani.
Setelah menetap selama tiga puluh tahun lebih, Syekh Arsyad pun pulang ke kampung halaman. Pada bulan Ramadhan 1186 H bertepatan dengan 1772 M, Ia tiba di Martapura, pusat kerajaan Banjar masa itu.
Hal pertama yang ia kerjakan adalah membuka tempat pengajian bernama " Dalam Pagar ". Padepokan ini berdiri di atas sebidang tanah kosong pemberian Sultan Tahmidullah. Syekh Arsyad menjadikannya perkampungan yang didalamnya terdapat tempat pengajian, perpustakaan dan asrama para santri.
Selai berfungsi sebagai pusat keagamaan, pesantren yang terletak di luar kota Martapura ini juga dijadikan pusat Pertanian. Ia bersama beberapa guru dan murid mengolah tanah di lingkungan sawah produktif, serta membangun irigasi untuk mengairi lahan pertanian.
Syekh Arsyad menerapkan tiga metode dakwah. Pertama, dengan metode bil hal, yakni keteladanan yang direfleksikan dalam tingkah laku, gerak-gerik, dan tutur kata setiap hari yang disaksikan langsung oleh murid-muridnya. kedua, metode bil lisan, yaitu dengan mengadakan pengajaran dan pengajian yang bisa disaksikan dan diikuti siapa saja. Dan ketiga dengan metode bil kitabah , yakni dengan karya tulis.
Setelah 41 tahun berdakwah di Banjar, Ia wafat di usia 105 tahun pada tahun 1812 M.Sebelum meninggal, ia berwasiat agar jasadnya dimakamkan di Kalampayan, Karang Tengah , di dekat makam istrinya. Yang kemudian masyhur dengan nama makam Datuk Kalampayan.
Ia banyak meninggalkan karya tulis, antara lain : Sabilal Muhtadin, Tuhfatur Raghibiin, Al-Qaulul Mukhtashar, di samping kitab Ushuluddin, Kitab  Tasawuf, Kitab Nikah, Kitab Faraidh, kitab Hasyiyah Fathul Jawab, dan masih banyak lainnya.
Salah satu karya monumental ia adalah kitab Sabil al-Muhtadin. Kitab ini tidak hanya masyhur di Kalimantan dan Nusantara, tapi juga sampai ke Malaysia, Brunei, dan Pattani (Thailand Selatan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar